Ceritaku tentang Dilan dan Milea

 

“Tujuan pacaran adalah untuk putus. Bisa karena berpisah, bisa karena menikah.”
– Pidi Baiq –

 

 

 

 

Baru saja aku nonton Dilan 1991 bersama mamaku.

Sebelum nonton sebenarnya sudah dapat selentingan bocoran cerita sekaligus ending-nya dari mana-mana, tapi ternyata tetap saja aku menitikkan air mata.

Dilan adalah film yang sederhana, tapi sangat mengena dan membekas.

Review (sekaligus cerita) tentang Dilan 1990 dan Dilan 1991 ini dibuat tanpa membandingkan dengan bukunya karena aku belum baca.

Well anyway… Let’s get started~ ^^

 

 

Baru hari Jumat lalu aku (akhirnya) nonton Dilan 1990.

Ya, 1990 bukan 1991. Kan 1991-nya baru malam tadi nontonnya. 😁

Aku ingat dulu aku nonton trailer-nya Dilan 1990 karena penasaran, waktu itu film ini sangat populer, bahkan beberapa temanku nonton film ini berkali-kali.

Setelah nonton trailer-nya, aku sempat berpikir, “Duh gombal banget sih, terus pake bahasa baku lagi. Kira-kira film-nya bakal kayak gimana ya?”

Setelahnya, aku tertarik untuk menonton dan mendengarkan beberapa video soundtrack Dilan 1990 dan jujur saja aku langsung suka, terutama lagu yang dinyanyikan Iqbaal, Rindu Sendiri dan lagu Dulu Kita Masih SMA.

Waktu itu belum ada bioskop di Probolinggo yang menayangkan film Dilan 1990 dan tidak terpikir untuk pergi ke Surabaya (butuh sekitar 2 – 3 jam perjalanan dari Probolinggo) demi menonton film ini. Di akhir masa penayangannya, aku sempat takjub saat tahu film ini ditonton oleh 6,3 juta penonton.

Beberapa lama kemudian, aku mendapatkan DVD Dilan 1990 dari KFC dan iya, tidak langsung aku tonton sampai waktunya Dilan 1991 rilis.

Kenapa aku akhirnya memutuskan untuk menonton Dilan 1990?

Jawabannya karena di Probolinggo sudah ada bioskop yang menayangkan film Dilan 1991 dan aku merasa ingin menontonnya, tapi kupikir alangkah tidak afdolnya kalau aku tidak menonton film pendahulunya.

Dan ternyata, setelah aku tonton…

Gilak. Aku suka sekali film ini.

Dan sudah, aku tidak minta apa-apa lagi.

 

 

Di Dilan 1990… Semua terasa serba indah.

Dilan-nya receh sekali, tapi manis. 🙂

Rasa-rasanya aku nyaris tidak bisa berhenti tersenyum sepanjang film.

Bahkan mamaku yang akhirnya juga menonton film ini beberapa hari setelahnya, kudapati tersenyum di banyak kesempatan dan sempat bilang kalau dia suka dengan film-nya.

Buat aku pribadi, semua interaksi Dilan-Milea itu sederhana, tapi sangat mengena di hati. Ya, semuanya.

Mulai dari surat-surat dari Dilan, skip angkot, cium tangan, bawain tukang pijit ke rumah Milea, kasih TTS waktu ulang tahun, boncengan naik motor sambil ngobrol, dan banyak lagi.

Terus… cara Dilan dan Milea menatap satu sama lain itu… Beuh~

Aku juga suka sekali dengan permainan kata yang biasanya merupakan percakapan antara Dilan dan Milea di film ini. Cerdas, tapi jenaka, juga membuat hati bergetar.

Sudahlah, chemistry antara Iqbaal dan Vanesha tidak perlu diragukan lagi.

Dan…

Yang membuat aku kagum adalah ekspresi Iqbaal saat memerankan Dilan. Tatapan dan senyumannya itu juara! Semua terasa sangat pas. Tengilnya dapet, bikin melelehnya pun dapet. Semua emosi yang ditunjukkan berhasil tersampaikan dengan apik.

Senyuman kesukaanku adalah senyuman saat seleksi cerdas cermat. Rasanya aku nggak kuat kalau harus diberi senyuman kayak gitu. hahaha!

Gesture-nya pun layak diberi acungan jempol.

Sungguh, aktingmu keren sekali, dek Iqbaal! 👍

 

Menonton film Dilan 1990 membuatku bahagia. Sungguh.

Teruntuk Dilan… Sejak jumat sore itu, aku sudah mencintaimu.

 

 

Sedikit bernostalgia, biar kutuliskan beberapa cuplikan kata-kata di film Dilan 1990 yang berhasil membius jutaan orang.

 

Dilan : Milea, kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore, tunggu aja.

 

Surat Dilan
Pemberitahuan : Sejak kemarin sore, aku sudah mencintaimu.

 

Ucapan ulang tahun dari Dilan
Selamat ulang tahun, Milea. Ini hadiah untukmu. Cuma TTS, tapi sudah kuisi semua. Aku sayang kamu. Aku tidak mau kamu pusing karena harus mengisinya.

 

Dilan : Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah, aku sedang mengucapkan selamat tidur kepadamu dari jauh. Kamu nggak akan dengar.

 

Dilan : Sekarang kamu tidur. Jangan begadang. Dan, jangan rindu.
Milea : Kenapa?
Dilan : Berat. Kamu gak akan kuat. Biar aku saja.

 

Adegan saat Dilan dan Milea akhirnya boncengan
Dilang : Tapi jangan dipeluk!
Milea : Iya, enggak.
Dilan : Kecuali kalau kamu mau.
Milea : Mau.

 

 

Memang benar adanya, hasil tidak akan menghianati usaha. Setelah nonton Dilan 1990, aku sempat nonton beberapa video The Making of DILAN | Sebuah Proses Panjang. Dari situ aku melihat bagaimana film ini dibuat dengan sepenuh hati oleh semua yang terlibat di dalamnya, bagaimana proses menemukan sosok Milea pada diri Vanesha dan sosok Dilan pada diri Iqbaal, juga bagaimana mereka berlatih dan menjiwai setiap peran, dan hasilnya? Tentu saja bikin kita semua sayang banget sekaligus gemes sama pasangan Dilan-Milea ini kan?

 

 

*SPOILER ALERT* (untuk yang belum baca bukunya)

 

Sementara di Dilan 1991…

Di awal masih didominasi scene-scene manis, sebelum perlahan menuju konflik.

Menonton Dilan 1991 masih membuatku senyum-senyum menyaksikan betapa manisnya pasangan Dilan-Milea ini.

Pinjam kata-kata aku suka kamu, ciuman yang diwakilkan oleh jemari mereka, berbincang di telepon di malam hari, Dilan yang mengantar jemput Milea ke sekolah, bercanda saat menyuapi Dilan roti sampai di sekolah, dan banyak lagi.

Lagi-lagi, percakapan antara Dilan-Milea berhasil membuatku jatuh dan jatuh lagi. Manis, tapi juga jenaka di saat yang sama.

Interaksi-interaksi mereka yang sederhana, tapi justru melalui kesederhanaan itulah yang membuat film ini terasa begitu nyata. Bahwa, memang sesederhana itu bahagia untuk Dilan dan Milea. Bahagia yang bahkan membuat kita pun ikut berbahagia.

Salah satu scene favorit-ku adalah saat Dilan mengajak teman-teman geng motornya ke rumah Milea pada malam setelah mereka jadian. Setelahnya, Milea dalam boncengan Dilan berkeliling Bandung bersama-sama dengan geng motornya. Entahlah, buatku itu sangat manis.

 

Selain itu, ada banyak humor yang terselip di waktu-waktu yang tak terduga dalam film ini.
Aku sempat tertawa karena kekocakan Dilan yaitu saat dia berkunjung ke rumah Milea. Saat ibu Milea berkata akhirnya ketemu juga sama yang namanya Dilan, dia malah bilang,

“Saya mah nggak pernah hilang, bu.”

Good one, Dilan!

 

 

Peringatan Milea minta putus jika Dilan benar-benar menyerang balik kakak Anhar bisa dibilang awal dari semuanya. Milea yang saat itu bersama Yugo, entah apa itu juga menjadi pemicu akhirnya Dilan tetap pergi. Yang pasti karena serangan itu, Dilan ditangkap polisi. Sebenarnya Dilan bisa saja langsung dibebaskan melihat siapa ayahnya, tapi beliau justru menolak dan membiarkan Dilan di sana untuk beberapa hari sebagai pelajaran.

Saat Dilan harus menetap di kantor polisi selama beberapa hari, Milea bertemu dengan ayah Dilan. Ayahnya bahkan menyebut dirinya calon mertua Milea. Jika dilihat lagi, sudah begitu dekatnya hubungan Milea dengan keluarga Dilan, terutama bundanya yang dia sebut sebagai calon mertuanya saat adiknya bertanya di Dilan 1991.
Saat ayah Dilan berkata demikian, aku tertawa tapi lantas miris karena aku sudah tahu itu tidak akan terjadi.

Beberapa hari kemudian Milea mengunjungi Dilan dan Dilan malah mempertanyakan hubungan mereka pada Milea apakah mereka putus karena dia tidak menuruti Milea. Katanya Milea ingkar janji.
Setelah menegaskan bahwa Milea tidak bermaksud untuk benar-benar putus, ia sempat bertanya apa Dilan cemburu. Jawaban Dilan?

“Aku enggak pernah cemburu, Ya. Bisaku… cuma mencintaimu.”

 

Karena kejadian ini. Anhar dan Dilan akhirnya dikeluarkan dari sekolah. Dan lagi-lagi terselip humor di tengah-tengah adegan saat Dilan berpamitan di ruang guru (atau ruang kepala sekolah?). Ada satu kalimat yang mampu membuat tertawa.

Saat Dilan hendak keluar, salah satu guru memanggilnya dan bertanya,

“Kamu tahu kepanjangan nama Dilan?”

Dilan hanya bisa menatap guru tersebut penuh tanya.

“Hadi hadi di jalan.”

Okay! hahaha…

 

 

Di sini juga diceritakan Yugo yang adalah sepupu jauh Milea yang berusaha mendekati Milea, tapi malah melewati batas karena bertindak yang tidak seharusnya pada Milea.

Setelah Dilan keluar dari kantor polisi, dia langsung mengunjungi Milea di rumahnya, di saat itu pula Yugo dan mamanya sedang berada di sana untuk meminta maaf atas kelakuan Yugo terhadap Milea.

Milea langsung menarik Dilan mendekat seraya mengumumkan ke semua yang ada di sana kalau Dilan adalah pacarnya. Bahwa Dilan harus masuk kantor polisi karena membelanya.

Somehow, it warms my heart.

Bahwa jauh di lubuk hatinya, Milea tahu jika itu semua Dilan lakukan karena dia begitu mencintai Milea meskipun caranya salah.

 

 

Semakin lama konflik yang diusung semakin berat yaitu saat Akew meninggal. Dilan langsung menemui Milea untuk memberitahu bahwa dia tidak mengetahui apa-apa tentang penyerangan itu. Juga untuk memberitahu Milea bahwa dia baik-baik saja.

Sedikit menyayangkan respon Milea yang terkesan menjauhi Dilan.
Pilihan Milea yang justru seolah membiarkan Dilan sendirian di tengah kesedihannya setelah sahabatnya meninggal, meski alasannya adalah supaya Dilan berhenti dari geng motor karena Milea menyayangi Dilan dan tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada Dilan.

Ya, aku paham niat Milea memang baik, hanya saja… Dilan yang saat itu sedang dalam kebimbangan emosinya karena kehilangan sahabat, pasti membutuhkan sosok Milea di sisinya.

Di keadaan seperti itu pun Dilan masih berusaha untuk meraih kembali hati Milea, tapi Milea masih acuh tak acuh.
Milea yang menolak saat Dilan mengajak Milea ke rumah Akew bersama-sama meski Dilan sudah menekankan dia juga akan ke sana, Milea juga menolak saat di ajak pulang bersama dari rumah Akew karena lebih memilih pulang bersama Nandan dan yang lain.
Milea juga selalu menolak saat Dilan hendak mengantar jemput Milea ke sekolah, yang sebelumnya kerap Dilan lakukan meski sudah berbeda sekolah.

Hingga akhirnya tiba-tiba Dilan kembali berurusan dengan polisi yang meskipun langsung dibebaskan, tapi membuatnya diusir dari rumah oleh ayahnya. Milea langsung mendatangi Dilan, menamparnya lalu memutuskan hubungan mereka secara sepihak, tanpa memberi Dilan kesempatan untuk menjelaskan.

 

Kita bisa merasakan kegundahan Dilan tentang persahabatan, percintaan, dan juga keluarga. Di saat dia membutuhkan dukungan, tapi kekasih dan keluarganya justru seolah-olah meninggalkannya.

At the end of the day, he just a teenager. He need those people to be there. Just so he knows that he is not alone.

 

 

Ketika akhirnya Dilan memilih untuk menjauh dari kehidupan Milea, di situ Milea menyadari kata putus darinya untuk Dilan telah mengubah segalanya. Dia berpikir bisa kembali bersama karena mereka saling mencintai, tapi sayangnya tidak.

 

“Jangan nangis, Ya…”

Waktu Dilan ngomong gitu ke Milea, aku malah makin nangis… T.T

Ada yang berdebum di dalam sana saat adegan ini. Sedih sekali rasanya, masih saling menyayangi tapi tidak lagi bersama.

 

 

Saat nonton Dilan 1990, aku sempat berpikir waktu Dilan ngomong ke Milea,

“Jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti orang itu akan hilang.”

Entah kenapa aku merasa kata-kata ini akan berdampak ke kisah mereka selanjutnya. Apalagi waktu ditampilkan ending-nya Milea seorang diri menceritakan kisahnya dengan Dilan waktu SMA.

Ternyata, benar.

Dari apa yang aku lihat, Dilan memilih untuk ‘menghilang’ supaya Milea tidak perlu lagi khawatir, tidak perlu lagi sedih, dan tidak perlu lagi menangis.

Milea merindukan Dilannya. Milea mencari Dilannya, tapi apa daya Dilan seolah tidak ingin ditemukan. Dilan yang sudah pindah ke sekolah lain sebelumnya, seolah menjadi semesta mendukung semakin jauhnya jarak di antara mereka.

Bahkan ada saat di mana Dilan meminta Piyan untuk mengatakan pada Milea jika dia sudah memiliki pacar baru supaya Milea bisa segera melupakannya meski kenyataannya tidak.

Meski Dilan masih mencintai Milea.

 

 

Aku juga ingin membahas persamaan antara Dilan dan Iqbaal.

Sosok Dilan… meski digambarkan sebagai anak geng motor yang kerap terlibat masalah, aku masih bisa melihat bahwa Dilan adalah anak yang baik hati dan smart. Dilan selalu bisa menempatkan diri sesuai dengan posisinya, entah itu sebagai anak di rumah, sebagai pacar Milea yang selalu berusaha menjaga dan membuat Milea bahagia, juga sebagai Panglima tempur kalau sedang di luar.

Begitu pula dengan Iqbaal. Sebelumnya aku mengenal Iqbaal sebatas Iqbaal Coboy Junior / CJR dan tahu beberapa lagunya, tapi setelah nonton Dilan 1990 aku sempat nonton beberapa video tentang Iqbaal, baik yang berkaitan dengan film Dilan maupun tidak. Video-video itu yang akhirnya membawaku pada pemahaman bahwa Iqbaal ini adalah sosok yang smart dan memiliki attitude yang bagus. Wawasannya luas, public speaking-nya mumpuni, serta bertanggung jawab dan melakukan apa yang sudah dipilihnya dengan totalitas. Terbukti dari Iqbaal yang mampu memerankan karakter Dilan dengan sangat apik. Kalau bukan Iqbaal, aku rasa kita tidak akan mendapatkan Dilan yang seDilan ini. Di tengah kecamuk perasaannya pada Milea, tanpa perlu banyak banyak bicara, tatapan Dilan sudah memiliki banyak makna ; sayang, bahagia, rindu, tapi juga sekaligus kecewa, bingung, sedih, dan marah. Dan Iqbaal berhasil menggambarkan semua ekspresi itu di wajahnya.
You nailed it, Iqbaal!

Serius, pengen banget ngobrol sama Iqbaal ini kalau ada kesempatan. Aku yakin dia adalah teman diskusi yang sangat asik. Semoga bisa ketemu ya suatu hari nanti… 🙂

 

 

Beralih pada hal-hal lain…

Dimulai dari pemeran-pemeran tambahan dalam film ini.
Aku suka dengan karakter Bunda Dilan dan Ibu Milea.
Di Dilan 1991 ini kita seolah bisa melihat darimana karakter Dilan diturunkan. Tentu saja dari bundanya yang kocak, tapi juga tegas dan tentunya penyayang.
Sementara Ibu Milea digambarkan sebagai sosok yang selalu ada untuk Milea kapanpun dia sedih dan membutuhkan seseorang. Sosok ibu yang paham dan peduli pada keinginan serta apa yang membuat anaknya bahagia.

Sebenarnya ingin melewatkan ini, tapi sepertinya aku tidak bisa. Aku sependapat dengan banyak orang yang mempertanyakan kenapa yang berperan sebagai Mas Herdi adalah Andovi? Bukan apa-apa, aku reflek tertawa saat kemunculannya di film. Tapi mungkin justru karena itu dia dipilih ya? Jadi kita bisa sedikit terhibur oleh wajahnya yang jenaka itu.

Oh ya, ada satu hal yang cukup menarik perhatianku. Kalau di Dilan 1990, Dilan selalu menelepon Milea melalui telepon umum meskipun sebenarnya ada telepon rumah di rumahnya, tapi di Dilan 1991 ini… ada beberapa kali di mana Dilan menelepon Milea melalui telepon rumah. Aku langsung kayak, “Ah finally!”
Cukup penasaran sih, kenapa di Dilan 1990 selalu pakai telepon umum ya? Jargon-jargon film Dilan cukup banyak dari adegan saat di telepon umum sih selain saat boncengan naik CB 100.
Well anyway, that’s really iconic!

 

 

Lalu…

Untuk akhir ceritanya…

Terlepas dari ini fiksi atau berdasarkan kisah nyata, terlepas dari pelajaran yang bisa kita ambil dari film ini tentang sebuah hubungan, tentang betapa pentingnya komunikasi tanpa dikuasai oleh emosi, juga tentang aspek kehidupan yang lain, sangat disayangkan pastinya Dilan-Milea tidak digariskan untuk terus bersama, tapi menurutku… mungkin mereka memang hanya diberi kesempatan untuk mengukir kisah bersama semasa SMA yang akan selalu dikenang, menorehkan bahagia dan juga sedih dalam perjalanan cinta mereka, mengalami pahit dan manisnya sebuah hubungan yang tidak akan terlupa, serta pernah menjadi seseorang yang sangat berarti di hidup satu sama lain, tetapi tidak untuk merajut masa depan bersama.

 

Saat Dilan dan Milea bertemu kembali di Jakarta di tahun 1997.

Mereka bertemu kembali dalam keadaan yang sangat berbeda, di mana mereka telah bersama dengan orang lain. Mungkin rasa itu masih ada, rasa yang akan selalu tinggal di hati mereka. Serta rindu yang menyeruak, terlebih saat mereka akhirnya bertemu setelah sekian lama berpisah. Tidak perlu disangkal karena aku percaya setiap orang dalam hidup kita memiliki tempatnya masing-masing di hati kita, setiap orang memiliki porsi dan posisinya masing-masing.

Entahlah…

Dilan… Milea…

Bagaimana dengan hati kalian?

 

 

Mungkin banyak yang berandai-andai, kalau saja Milea tidak seimpulsif itu, kalau saja Dilan tidak menjauh, kalau saja Milea terus mencoba untuk bertemu Dilan lagi, dan kalau-kalau saja yang lain.

Hanya saja… jika tidak demikian, mungkin kita tidak akan mendapatkan pelajaran dari keputusan masa muda mereka. Mungkin saja tidak akan ada rindu yang menyesakkan yang pada akhirnya membuat kita selalu mengingat kisah mereka.

Melalui kisah ini… Mungkin saja, Dilan-Milea lain yang ada di luar sana akan mempunyai akhir yang berbeda.

Biarlah Dilan-Milea yang kita sayangi ini menyimpan kenangan mereka satu sama lain dengan begitu indahnya meski tidak lagi saling memiliki. Begitu pun dengan kita semua yang akan selalu menyimpan kisah mereka sebagai sebuah kenangan.

Kiranya kita semua, termasuk Dilan dan Milea berbahagia karena mereka pernah mau, pernah ada dan pernah saling memiliki satu sama lain di hidup mereka.

 

 

Anyhow

Ada banyak kejadian di Dilan 1991 ini yang hilang. Setting yang langsung berpindah ke tahun 1997, memperkuat anggapan bahwa memang banyak kejadian dalam rentang waktu itu yang memang seolah sengaja dilewati, sengaja tidak diceritakan.

Terlebih, karena Dilan 1990 dan 1991 hanya menceritakan melalui sudut pandang Milea seorang.

Juga setelah mereka bertemu lagi, karena ending-nya sengaja dibiarkan menggantung. Membebaskan kita untuk bertanya-tanya, apa yang akan dibicarakan oleh keduanya.

Mungkin, di film selanjutnya kita akan mendapatkan jawabannya.

Kali ini, biarlah Dilan yang bercerita…

 

 

Terima kasih untuk film yang sangat menginspirasi ini.

Yuk sama-sama menunggu film berikutnya untuk lebih memahami dari sisi Dilan!

Tapi mungkin saat itu aku sudah lebih memahami Dilan (karena saat itu aku sudah baca bukunya tentu saja).

Salam rindu! ^^

 

 

– Yunita Suwitnyo –

Leave a comment